Aku, Kamu, dan Buku Ujian

Hari itu suasana kelas sangat tidak kondusif. Free class membuat kami sudah tidak pada bangku masing-masing. Ada yang ke kantin, belajar, bahkan membentuk kelompok ghibah. Aku sendiri menghadap belakang duduk berkelompok seperti yang lainnya. Kami membahas drama Korea yang memang sedang trend saat itu. Meski niat awal kami adalah membahas soal ujian. 

"Sumpah tonton deh Descendant of The Sun, bagus parah. Song Jong Ki ganteng banget tahu". Ujar Rara dengan antusiasnya.

Asik mengobrol aku kembali hadap depan ingin mengambil buku latihan UN yang amat tebal di meja. Yah, kami sudah ada di kelas akhir. Tidak ada waktu untuk bersantai lagi. Tapi kami masih saja membahas drama Korea.

Aku mengernyit bingung saat tak mendapati bukuku ada di atas meja. Padahal jelas-jelas sebelum sesi ghibah itu aku menaruhnya di atas meja. Aku membuka tas hitamku, siapa tahu ternyata aku lupa mengeluarkan. Tidak ada, bahkan di kolong bangkuku juga tidak ada.

"Diah dapat liat bukuku nggak?". Tanyaku pada Diah yang sedari tadi fokus menjawab soal.

"Nggak".

Aku menoleh ke belakang bertanya pada Rara dan Ryas, tapi jawabannya sama. Aku menelusuri seisi kelas siapa tahu ada yang meminjam tapi aku lupa.

"Ini buku kau?". Tanya Yoga menghadap ke arahku, dia duduk di depanku meski itu bukan bangkunya.

Dan kalian tahu? Buku merah yang dipegangnya itu adalah bukuku dan ia menggunakannya untuk alas flip bottle. Sialan. Aku padahal sudah uring-uringan mencarinya.

"Ish ngga bilang-bilang ngambil". Gerutuku berusaha mengambil buku itu.

"Iya maaf". Ujarnya menyodorkan buku itu padaku. 

Namun, saat aku menarik buku dalam pegangannya, ia malah menahannya seolah sedang mempermainkanku. 

"Siniin". Ujarku ketus karena kesal dengan kelakuannya.

Ia tersenyum tanpa dosa padaku, "Senyum dulu dong".

Hei, yang benar saja. Hatiku sudah tidak karuan. Sekalipun salting aku tetap mengontrol raut wajahku tak ingin kentara.

Aku pun menyunggingkan senyum terpaksa. Membuatnya ikut tersenyum dan mengembalikan bukuku. Setelahnya ia kembali menghadap depan seolah tidak terjadi apa. Sementara aku mulai membuka tiap halaman menahan senyum. Hm ternyata begini rasanya digoda oleh orang yang aku suka. Jantungku berdebar tak karuan. 

Rasanya aku ingin memutar waktu berhenti pada saat itu. Dimana jantungku berdebar dengan tidak normalnya karena Yoga. Bahkan tiga tahun setelahnya aku masih bisa mengingat tiap detail kejadian itu. 

Aku dan Yoga tidak sedekat yang kalian pikirkan. Hanya sebatas teman sekelas kala itu. Aku yang mengaguminya atau bahkan mencintainya secara diam-diam di saat kali pertama aku melihatnya. Dan sekarang tahun ke tujuh hatiku telah menyimpan namanya dengan apik di salah satu sudut hatiku. Sekalipun ada nama pemuda lain silih berganti datang. Entah kenapa hanya namanya yang selalu teringat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Nasabah Bijak dalam Menggunakan Layanan Digital BRI

Pencegahan dan Penanganan Mata Minus di Tengah Era Digitalisasi

Konsep Tri Hita Karana yang Tetap Eksis pada Era Modernisasi