Konsep Tri Hita Karana yang Tetap Eksis pada Era Modernisasi
Tidak
dapat kita pungkiri jika setiap aspek kehidupan akan terus berkembang. Hal-hal
yang tidak lagi relevan dengan masa kini perlahan akan tergantikan oleh sesuatu
yang lebih maju dan canggih. Kita bisa melihat bagaimana saat ini beberapa
aspek dalam kehidupan perlahan dapat dilakukan secara online, seperti
berbelanja online. Fenomena seperti ini kita kenal sebagai modernisasi.
Modernisasi menurut KBBI merupakan proses pergeseran sikap dan mentalitas
sebagai masyarakat untuk dapat hidup sesuai tuntutan masa kini. Modernisasi pun
membawa dampak positif dan negatif dalam kehidupan. Salah satu dampak negatif
yang ditakuti dari modernisasi adalah tergerusnya kearifan lokal dan budaya-budaya
yang telah ada. Hal ini juga menjadi salah satu momok menakutkan bagi bangsa
Indonesia yang terkenal akan keberagaman kearifan lokal dan budayanya. Setiap
daerah tentunya memiliki kearifan lokal dan budayanya sendiri. Nilai-nilai
luhur dalam kearifan lokal tersebut telah diwariskan secara turun-temurun dari
generasi ke generasi. Nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan sehari-hari
seperti nilai kebersamaan, saling menghargai, dan tolong menolong.
Namun,
sebenarnya kearifan lokal akan tetap eksis sekalipun di tengah modernisasi yang
akan terus berlangsung. Bagaimanapun juga kearifan lokal itu bersifat dinamis,
dapat menyesuaikan dengan perubahan zaman sehingga meskipun masyarakat telah
memasuki era modernisasi kearifan lokal akan tetap ada karena nilai-nilai dalam
kearifan lokal sudah melekat pada masyarakat secara luas. Sebagai contoh kita
bisa melihat kearifan lokal-kearifan lokal di Bali yang masih eksis hingga saat
ini bahkan kearifan lokal-kearifan lokal tersebut telah menjadi daya tarik
tersendiri bagi turis domestik maupun asing. Salah satu kearifan lokal di Bali
adalah Tri Hita Karana. Tri Hita Karana di Bali mengatur tiga aspek keselarasan
hubungan manusia dalam kehidupan dan saling berkaitan. Dimana ketiga aspek
tersebut adalah hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama
manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Tri Hita Karana mengandung prinsip bahwa
manusia harus menghargai segala aspek kehidupan di sekelilingnya. Dengan
demikian budaya dan lingkungan masyarakat Bali tetap lestari di tengah dinamika
perubahan sosial yang terjadi.
Kita
dapat melihat kearifan Tri Hita Karana dalam kehidupan masyarakat Bali, seperti
dalam menjaga hubungan antara Tuhan dan manusia, masyarakat Bali terkenal akan
upacara kegamaan yang dilakukannya. Hal ini karena masyarakat terikat pada
kearifan lokal teologis sueca-bhakti,
artinya upacara keagamaan tersebut merupakan salah satu bentuk bhakti umat manusia
kepada Tuhan dengan harapan Tuhan bermurah hati memberikan anugrah. Sementara
itu, dalam menjaga hubungan manusia dengan sesama manusia, salah satunya masyarakat
Bali menyebutnya dengan ungkapan menyame
braya. Menyame braya dapat
diwujudkan dalam berbagai tindakan tolong menolong seperti melayat, menjenguk
orang sakit, kundangan untuk pernikahan atau daur hidup lainnya. Salah satu
contoh kearifan lokal masyarakat Bali dalam menjaga hubungan manusia dengan
lingkungan adalah keberadaan pohon besar yang diselimuti kain hitam putih atau
putih kuning yang dapat ditemui di pinggir jalan. Warna-warna tersebut
melambangkan sesuatu, seperti hitam putih yang melambangkan rwa bhineda, atau hitam
yang melambangkan Wisnu dan putih yang melambangkan Siwa. Sementara warna
kuning melambangkan kesucian. Pohon-pohon yang diselimuti dengan kain diyakini
menjadi hunian roh sehingga terkesan angker. Kain hitam putih atau saput poleng
melegitimasi kelestarian pohon dan sekitarnya karena tidak ada yang berani
mengganggu keberadaan pohon tersebut. Itu merupakan beberapa contoh kearifan
lokal Tri Hita Karana yang hingga saat ini masih tetap dilaksanakan oleh
masyarakat Bali di tengah masyarakat yang sudah memasuki era modernisasi.
Dan
satu hal penting lainnya adalah bahwa konsep Tri Hita Karana ini telah diadopsi
di dunia. Tentunya hal ini akan membuat eksistensi Tri Hita Karana semakin luas.
Konsep Tri Hita Karana dapat digunakan sebagai rujukan dalam menjaga toleransi
antar negara dalam menciptakan perdamaian dunia. Selain itu, konsep Tri Hita
Karana dapat dimaknai untuk mengupayakan kebahagiaan sehingga mampu membangun
keberlanjutan SDGs yang berfokus pada 3 P, yaitu Planet, People, dan Prosperity.
Kearifan
lokal yang dimiliki bangsa Indonesia akan tetap eksis. Nilai-nilai dalam
kearifan lokal tersebut telah mengakar pada masyarakat Indonesia. Dan sebagai
bagian dari masyarakat Indonesia sudah menjadi kewajiban kita untuk
melestarikan kearifan lokal-kearifan lokal tersebut agar nilai-nilai kearifan
tersebut dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Komentar
Posting Komentar